Pendekatan dengan teori Eklektik
Pandangan ini juga disebut dengan sebagai Eklektisme yaitu pandangan yang berusaha menyelidiki berbagai sistem metode, teori atau doktrin, yang dimaksudkan untuk memahami dan bagaimana menerapkannya dalam situasi yang tepat. Dalam pandangan ini digunakan bebagai teori dalam pendekatannya. Hal in dilakukan karena tidak ada suatu teori yang sahih. Setiap teori mempunyai kelemahan dan kelebihannya masing-masing. Suatu teori dapat diterapkan dalam satu kasus tetapi tidak dapat digunakan dalam kasus lain, hal inilah yang menyebakan digunakannya bebagai teori dalam pendekatannya.
Perbandingan eklektik dengan teori lain
Pada tahun 1991 Capuzzi dan Gross mengemukakan pendapat bahwa dalam penerapanya ada tiga jenis aliran konseling yaitu:
1. Formalisme atau puritisme
Penganut formalisme ini akan “menerima atau tidak sama sekali” sebuah teori. Teori yang tidak disetujui akan ditolaknya keseluruhannya. Dengan demikian penganut formalisme ini akan menerima apa adanya tanpa kritik.
2. Sinkretisme
Pandangan ini beranggapan bahwa setiap teori adalah baik, rfrktif, dan positif. Kalangan sinkretisme akan menerapkan teori-teori yang dipelajari, tanpa perlu melihat kerangka dan latar belakang teori itu dikembangkan. Dihubung-hubungkan teori-teori itu tanpa ada system yang jelas dan teratur.
3. Eklektisme
Dalam teori Eklektisme, dasar teori yang digunakan tudak hanya beasal dari satu saja akan tetapi merupakan penggabungan dari beberapa dasar teori. Misalnya suatu kasus dalam penyelesaianya menggunakan teori A akan tetapi teori ini mungkin tidak dapat digunakan dalam kasus lain, oleh karena itu perlu menggunakan teori lain dalam menyelesaikan kasus tersebut. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Prochaska pada tahun 1984 bahwa konseling eklektik merupakan penerapan prinsip psikologi untuk memecahkan masalah personal, dengan menerapakan prinsip khusus yang ditetapkan berdasarkan masalah khusus yang dipecahkan. Atau dapat juga dikatakan bahwa konseling eklektisme berpegang pada pandangan teoretis dan pendekatan (approach) yang merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil atau dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan.
Dari ketiga aliran terebut dapat kita lihat berbagai perbedaan antara satu aliran dengan aliran yang lain. Formalism menerima satu teori secara penuh, sinkretisme dalam penggunaan teori-teori kurang teratur sehingga kurang jelas sistemya, dan eklektisme tampak kerangka yang jelas antar bagian dan tidak terjadi kontaminasi antar teori.
Teori kepribadian
Pada tahun 1984 Gilliland mengemukakan bahwa konseling elektik adalah teori konseling yang tidak memiliki teori atau prinsip khusus tentang kepribadian. Namun penganut elektik beranggapan bahwa konselor elektik pada dasarnya peduli dengan teori kepribadian.Thorne (1961) mengemukakan bahwa konseling elektik menggunakan data klien yang utama adalah dari studi secara individual yang meliputi keseluruhan kehidupan yang selalu berubah.
Eklektik lebih condong terhadap aspek kondisi psikologis daripada sifat kepribadian. Throne berpandangan bahwa tingkah laku dan kepribadian berada dalam perubahan terus menerus, selalu berkembang dan berubah dalam dunia yang berubah pula. Menurutnya hikum perubahan universal menyatakan bahwa perilaku adalah hasil dari:
1. Status organisme, akan tetapi tidak statis.
2. Status situasi dalam perubahan lingkungan interpersonal
3. Situasi atau kondisi umum
Menurut eklektik kebutuhan dasar klien adalah mencapai level tertinggi dari integritasnya sepanjang waktu, hal ini dapat diartikan bahwa klien meminyai keadaan psikologis dan memandang kesadaran sebagai pusatnya.
ASUMSI KONSELING
Eklektik memiliki sejumlah asumsi dasar yang berkaitan dengan proses konseling, asumsi dasar itu adalah:
1. Tidak ada sebuah teori yang dapat menjelaskan seluruh situasi klien,
2. Pertimbangan professional atau pribadi konselor adalah faktor penting akan keberhasilan konseling pada bebagai tahap proses konseling
Menurut Gilliland dkk (1984) asumsi-asumsi di atas ditunjang oleh kenyataan berikut:
1. Tidak ada dua klien atau situasi klien yang sama.
2. Setiap klien dan konselor adalah pribadi yang berubah dan berkembang. Tidak ada pribadi atau situasi konseling yang sangat statis.
3. Konselor yang efektif menunjukkan fleksibilitas dalam perbendaharaan aktivitas, berada pada kontinum dari non direktif ke direktif.
4. Klien adalah pihak yang paling tahu dengan problemnya.
5. Konselor menggunakan keseluruhan sumber professional dan personal yang tersedia dalam situasi pemberian bantuan (konseling).
6. Konselor dan proses konseling dapat salh dan dapat tidak mampu untuk melihat secara jelas atau cepat berhasil dalam setiap konseling atau situasi klien.
7. Kompetensi konselor menyadari kualifikasi professional setiap personal dan kekurangan-kekurangannya., dan kompetensi itu juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa proses konseling secara etis tertangani dan dalam keadaan yang sangat diminati klien dan masyarakat.
8. Kepuasan klien lebih diutamakan diatas pemenuhan kebutuhan konselor.
9. Banyak perbedaan pendekatan yang strategis berguna bagi konseptualisasi dan pemecahan setiap masalah. Mungkin ini bukan pendekatan atau strategi terbaik.
10. Banyak masalah yang kelihatan sebuah dilema yang tidak dapat dipecahkan dan selalu ada bebagai alternatifnya. Untuk beberapa alternative itu adalah terbaik bagi klien tertentu dan tidak bagi klien yang lain.
11. Secara umum, efektifitas konseling adalah proses yang dikerjakan “dengan” atau “untuk” klien.
TUJUAN KONSELING
Tujuan konseling menurut eklektik adalah membantu klien mengembangkan integritasnya pada level tertinggi, yang ditandai oleh adanya aktualisasi diri dan integritas yang memuaskan. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini maka klien perlu dibantu untuk menyadari sepenuhnya situasi masalahnya, mengajarkan klien secara sadar dan intensif mamiliki latihan pengendalian di atas masalah tingkah laku. Eklektik berfokus pada tingkah laku, tujuan, masalah, dan sebagainya. Konselor dalam mencapai tujuan ini dapat berperan secara bervariasi, misalnya sebagai konselor, psikiater, guru, konsultan, fasilitator, mentor, advisor, atau pelatih.
STRATEGI KONSELING
1. Hubungan konselor dank lien
Konseling eklektik memandang penting adanya hubungan positif antara konselor dengan klien. Hubungan unu tergantung pada:
a. Iklim konseling
b. Keterampilan hubungan
c. Komunikasi verbal dan non verbal
d. Kemampuan mendengarkan.
2. Interviu
Eklektik memandang interviu sebagai strategi untuk membangun atau menciptakan struktur hubungan. Awal interviu merupakan tahap untuk membuka, dan menciptakan hubungan kepercayaan. Dengan interviu ini akan dapat mengidentifikasi dan menjelaskan peran dan tanggung jawab konselor dank klien, mengidentifikasi alas an klien dating ke konselor membangun kepercayaan dan hubungan, memahami tata karma, mekanisme, harapan dan keterbatasan hubungan konseling.
3. Asesmen
Asesmen berguna untuk mengidentifikasi alternatif dan mengembangkan alternatif itu secara realistik, merencanakan tindakan dan membantu klien meningkatkan potensinya. Asesmen sebaiknya diperoleh dengan metode yang komprehensif, sistematis dan memperhitungkan fleksibelitas. Asesmen dapat dilakukan dengan tes terstandar, pelaporan diri, obsevasi dan sebagainya, tergantung pada situasi dan kebutuhannya.
4. Perubahan ide
Eklektik memandang bahwa alternative pemecahan dilaksankan dengan sangat fleksibel. Jika alternatef yang semula tidak efektif, maka pemegahan masalah dapat diganti dengan cara-cara lain yang lebih efektif.
Tahapan konseling
Dalam pelaksanaan konseling eklektik tidak ada suatu tahapan yang spesifik. Untuk tahapan-tahapan konseling Carkhuff mengemukakan adan enam tahapan konseling eklektik. Enam tahapan tersebut adalah:
1. Tahapan eksplorasi
Ini adalah tahap awal dari proses konseling. Pada tahap ini konselor di harapkan untuk membangun suatu hubungan yang baik dengan konselor. Hal ini diperlukan karena dengan hubungan yang baik konselor dapat mencari informasi tetnang permasalahan yang dihadapi klien sebanyak-banyaknya.
2. Tahapan perumusan masalah
Bersama klien, konselor membuat rumusan dan membuat kesepakatan bersama tentang masalah apa yang dihadapi oleh klien. Jika rumusan tidak disepakati maka kembali ke tahap pertama.
3. Tahap identifikasi masalah
Pada tahap ini konselor dan klien bersama mengidentifikasi masalah dan alternatif masalah dari hasil perumusan masalah. Aternatif yang yang diidentifikasi adalah alternatif yang tepat dan realistik. Konselor tidak boleh menentukan alternatif mana yang akan digunakan, akan tetapi semua keputusan tetang penggunaan alternatif pemecahan masalah berada di tangan klien. Konselor hanya membantu dalam menyusun daftar alternatif.
4. Tahap perencanaan
Jika klien telah menentukan alternatif pemecahan masalah. Kemudian klien bersama konselor membuat rencana tindakan. Rencana tersebut antara lain tentang apa yang akan dilakukan, bagaimana caranya, kapan waktunya, dsb. Syarat rencana yang baik antara lain:
· Realistik
· Bertahap
· Mempunyai tujuan yang jelas
· Dapat dipahami klien
5. Tahap tindakan atau komitmen
Pada tahap selanjutnya hasil petencanaan kemudian dilaksanakan. Disini klien harus melakukan rencana yang telah disusun. Pelaksanaan ini harus dilakukan karena proses konseling akan sia-sia jika perencananan yang telah disusun sedemikian rupa tidak dilaksanakan.
6. Tahap penilaian dan umpan balik
Konselor dan klien perlu mendapatkan umpan balik dan penilaian tentang keberhasilanya. Jika dirasa gagal maka perlu adannya tinjauan atau perencanaan ulang dalam memberi tindakan terhadap masalah yang dihadapi klien. Sehingga dapat dicari siatu tindakan yang paling tepat untuk menghadapi masalah yanmg dihadapi oleh klien.
Peran konselor
Dalam konseling eklektik peran konselor sangat fleksibel. Ada kemungkinan pada satu masalah konselor berperan sebagai psikoanalis dan pada masalah lain berperan sebagai partner dari klien. Hal ini didasarkan pada teori mana yang digunakan dalam proses konseling.
3 komentar